Refleksi Sinar pada pagi hari ini diantaranya Metafora Partai Politik menjadi Ormas milik pribadi dan sarang keluarga yang dahulu kita mengenal sistem monarki,
Seperti Sinetron berjudul tersanjung sampai memiliki banyak serial ribuan episode karena efek banjirnya pemasukan iklan produk, sinetron tersebut dianggap berhasil menumpahkan air mata dan buaian para perempuan Indonesia khususnya ibu-ibu, padahal secara kongkrit itu merupakan keuntungan pribadi dari rumah produksi dan televisi.
Selama pemasukan iklan ada, maka dinasti sinetron tersanjung tak pernah berhenti dan menganggap Sinetron adalah bagian dari kebutuhan.
Layar kaca berubah menjadi Penjual rupawan dan kecantikan serta kesedihan yang dikemas dalam adegan konflik sinetron, seperti sihir yang membuat ibu-ibu dan para nenek tertipu oleh tampang cantik dan rupawan, sehingga rela menangis di depan televisi meskipun dapur dirumah sudah tidak ngebul, suami dan anak yang ditelantarkan seakan telah dilupakan untuk disedihkan dan ditangisi.
meskipun bobot moralitas dalam tayangan biasa-biasa saja dan tidak mempengaruhi kualitas hidup dan pendidikan tanggung jawab masyarakat Indonesia khususnya kaum ibu dan perempuan. Sinetron yang hanya berperan sebagai tontonan dan belum tentu menjadi tuntunan itu dapat bermuara pada kerusakan nyata didalam rumah tangga. Begitu juga yang terjadi pada Sinetron Demokrasi yang dikebiri oleh keluarga yang bersarang dalam Partai politik yang tidak sedikit menyebabkan pertikaian sesama anak bangsa dalam meraih kekuasaan.
Demikianlah kisah Sinetron Partai Politik sarang keluarga yang konon menjadi ruang perjuangan rakyat yang dipertontonkan dalam perjalanan pertelevisian Demokrasi di Indonesia yang tidak sedikit menumpahkan darah dan air mata.